• Breaking News

    Sabtu, 26 Maret 2016

    MASA LALU INDONESIA: Mengintip Wanita dan Jenderal Belanda Mandi di Kali



    Mengintip Wanita dan Jenderal Belanda Mandi di Kali
     
    Red: Karta Raharja Ucu
    Arsip Nasional

    Kampung Kwitang, Nyai Dasimah

    Oleh: Alwi Shahab

    Mandi bagi kita adalah suatu kenikmatan. Apalagi di Jakarta yang panas. Mulai dari bayi sampai para pasien di rumah-rumah sakit, semuanya mandi sedikitnya dua kali sehari. Lain halnya dengan para kompeni (VOC).

    Maklum, di negerinya yang dingin, apalagi pada musim salju sekarang ini dengan rata-rata suhu di bawah nol derajat, mandi merupakan keterpaksaan. Bisa berbulan-bulan mereka tidak mandi.

    Johannes Rach (1720-1783), pelukis dan sekaligus perwira VOC yang tinggal di Roa Malaka (Jakarta Barat), melalui karya-karyanya melukiskan kehidupan warga Belanda pada masa itu.

    Mengira iklim di Indonesia seperti di negaranya, Rach melukiskan bagaimana para wanita Belanda dalam berbagai kegiatan menggunakan baju panjang, rok bagian bawah model kurungan ayam, seperti yang kita saksikan dalam film-film Hollywood abad ke-18. Masih ditambah lagi dengan baju dalam.

    Jumlah Budak Cerminan Status Sosial Bangsawan Belanda
    Mereka dipayungi budak-budak saat ke gereja dan pasar. Para budak juga berfungsi untuk menjaga gengsi.

    Makin banyak memiliki budak, makin tinggi status sosial seseorang. Lalu, bagaimana dengan para prajurit VOC? Sami mawon dengan wanitanya, mereka memakai baju tebal, berjaket peci seragam, dan pedang terselip di pinggang.

    Pada masa VOC, bukan cuma rakyat jelata yang memanfaatkan sungai-sungai di Batavia untuk mencuci, mandi, dan buang air besar. Juga, para penggede VOC.  Seperti di Kali Besar, Jakarta Kota, kita saksikan orang-orang bule berkecimpung dalam Kali Ciliwung di muka kediamannya yang berhalaman luas.

    Bukan tidak mungkin di antara mereka adalah gubernur jenderal, petinggi nomor satu di Hindia Belanda. Contohnya adalah Gubernur Jenderal Albeltus van den Parra (1761-1775). 

    VOC Larang Mandi Telanjang di Kali
    Van den Parra tinggal di Jacatraweg (kini Jalan Pangedran Jayakarta). Di depan kediaman para bule ini dibuat tempat-tempat mandi yang agak terbuka.

    Kaum hawa yang mandi tidak peduli di seberang jalan ada orang atau tidak. Karena itu, larangan mandi bertelanjang pernah dikeluarkan VOC, khususnya untuk wanita.

    Ketika Gunung Salak meletus pada abad ke-17, kanal-kanal menjadi berlumpur hingga menjadi sarang malaria dan penyakit disentri.

    Batavia yang pernah dijuluki sebagai "Ratu dari Timur" (Queen of the East) berubah menjadi "kuburan orang Belanda".

    Inilah yang menyebabkan, ketika Gubernur Jenderal Dandels diangkat, salah satu tugasnya adalah memindahkan Ibu Kota dari Batavia ke Semarang atau Surabaya. Tapi, dia lebih memilih ke arah selatan Batavia yang dikenal dengan sebutan Weltevreden (daerah lebih baik) di sekitar Pasar Baru, Lapangan Banteng, dan sekitarnya.

    Sumber: republika.co.id

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar