• Breaking News

    Sabtu, 28 Mei 2016

    Kisah Tanah Gosong Dalam Al-Qur'an

    Kisah Lahan Gosong

    Kisah Lahan Gosong│sebuah daerah di Al Jair Kira-kira  40 km dari Kota San’a Yaman, terdapat sebuah wilayah terbuka yang dikenal dengan sebutan Ashabul Jannah (Pemilik Kebun). Nama tempat ini kontras dengan fakta yang terlihat, sebuah hamparan yang terlihat menghitam menyerupai hamparan batu hitam, tidak satupun pepohonan dapat tumbuh di kawasan ini. inilah sebuah kawasan yang di kenal dengan tanah gosong.

    Luas kawasan ini kira-kira 5 hektar, sejauh mata memandang hampir semuanya berwarna hitam, tidak ada satupun pepohonan yang tumbuh ; hanya beberapa rumput liar yang terlihat menyembul dari sela-sela tanah yang telah gosong ini. saat terlihat masyarakat mulai menyemai tanaman di wilayah ini, namun tanah yang di gunakan sebenarnya mereka ambil dari tempat lain.

    Konon, wilayah ini tidak seperti terlihat sekarang. Lahan ini dulunya adalah sebuah lahan perkebunan yang subur dan rindang. Hingga Al- Qur’an menyebutnya dengan sebutan Al-jannah, atau kebun yang rindang. Lalu mengapa kemudian wilayah ini menjadi wilayah gersang hingga tanahnya menghitam seperti batu? Al-Qur’an menjelaskan sebagai akibat dari azab Allah SWT, disebabkan karena si pemilik kebun tidak menunaikan kewajibannya kepada Allah SWT. Sehingga dengan seketika kebun-kebun yang semulanya hijau dan rindang lenyap berubah menjadi lahan gosong yang hangus karena terbakar

    Kisah Ashabul Jannah
    Al Qur’an menyebutkan kisah ini dalam Surat Al Qalam ayat 17 hingga 33. Bukan kisah pembangkangan sebuah kaum atau bangsa, naum kisah tentang kehidupan sebuah keluarga kaya dan dermawan. Kisah orang tua sholeh yang memiliki lahan perkebunan yang luas dan sangat subur. Tanamannya sangat rindang dan asri. Sangat indah dan menyenangkan. Al Qur’an bahkan menyebutnya dengan Ardhul Jannah atau kebun yang rindang dan indah. Kita tidak bisa membayangkan seperti apa keindahan, kesuburan dan betapa rindangnya kebun itu, karena Allah SWT sendiri yang menggambarkan itu semua. Perkebunan ini menghasilkan buah-buahan yang segar dan ranum. Hasil tanamannya sungguh melimpah.

    Orang tua ini memiliki kebiasaan baik dan mulia. Ketika tiba waktu panen, sepertiga hasilnya digunakan untuk kebutuhan keluarganya. Sepertiga kedua diinfaqkan kepada fakir miskin. Dan sepertiga lainnya untuk modal menanam kembali. Orang tua sholeh ini sadar betul bahwa harta hanyalah titipan Allah SWT dan di dalamnya terdapat bagian orang miskin. Maka, hak orang-orang miskin, selalu ia dahulukan bahkan sebelum dirinya.

    Ktika waktu panen panen tiba, orang tua sholeh ini menyalakan api di Gunung Dhayim, jauh di seberang kebun, hal ini ia lakukan sebagai tanda untuk memanggil kaum fakir miskin supaya datang ke perkebunannya untuk mengambil hak mereka. Karena posisi gunungnya tinggi dan bisa dilihat dari arah manapun, orang-orang miskin yang melihat tanda itu, berbondong-bondong mendatangi kebun orang sholeh ini. Hal ini terus dilakukan dengan perasaan suka dan syukur, sehingga tanamannya bertambah baik dan hasilnya pun semakin melimpah.

    Orang tua sholeh ini memiliki lima anak. Empat diantaranya tidak suka dengan kebiasaan orang tuanya yang selalu menyisihkan hasil panen kebun untuk  fakir miskin. Mereka menganggap tindakan orangtuanya itu kebodohan. Kita yang lelah bekerja, kenapa hasilnya diberikan kepada orang lain? Maka setiap kali panen tiba, keempat anak orang tua ini selalu menggerutu dan tidak senang dengan apa yang dilakukan orangtuanya. Beda, dengan anak yang satunya lagi. Satu dari lima bersaudara ini justru bangga dan sangat senang dengan tindakan orangtuanya yang selalu memberikan hasil panennya pada fakir miskin. Bahkan ia yakin, karena hal inilah Allah SWT menambah semakin banyak hasil panennya.

    Murka Allah SWT
    Suatu hari sang ayah yang sholeh ini meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilahi raji’un. Maka kelima anak laki-lakinya ini mewarisi kebun yang sangat luas dan subur. Kelima anak yang menerima warisan ini pun membahas pengelolaan kebun. Empat anak yang tidak senang dengan tindakan orangtua semasa hidup, langsung menyepakati bahwa hasil panen kali ini semuanya, masuk dalam pundi-pundi keluarga. Tidak ada lagi jatah bagi fakir miskin. Sementara salah satu saudara mereka yang baik, tetap berpegang teguh pada kebiasaan orangtuanya, “Kita harus meneruskan kebiasaan baik orangtua kita agar hartanya tetap berkah dan hasilnya pun melimpah.” Maka perselisihanpun terjadi. Sampai-sampai keempat saudara yang tidak suka memberi orang fakir miskin, sepakat untuk membunuh saudara mereka yang tetap berpegang teguh pada kebiasaan orangtua mereka dulu. Saudara mereka pun menyerah, tak mampu menghadapi keempat saudaranya.

    Ketika masa panen tiba, mereka mencari cara agar orang-orang miskin tidak datang ke kebun mereka untuk mengambil bagian mereka seperti kebiasaan sebelumnya. Maka mereka memutuskan untuk memanen kebun di waktu pagi buta, ketika para fakir miskin masih tidur lelap. Lihatlah rencana makar mereka, yang akan dilakukan saat semua orang terlelap tidur. Tidak ada yang melihat dan tidak ada yang mendengar percakapan rahasia mereka. Namun, Allah SWT Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa yang mereka rencanakan. Maka saat mereka tidur dan siap merencanakan untuk memanen kebun di pagi-pagi buta, malam itu Allah SWT membinasakan seluruh kebun-kebun mereka. Kebun yang sangat rindang dengan buah-buahan yang siap petik, terbakar hebat, tidak ada yang tersisa.

    Pada pagi-pagi buta, lima bersaudara ini bangun dan segera mendatangi kebun mereka untuk panen. Namun saat sampai di kebun, mereka terkejut, tak ada tumbuhan ataupun tanaman di kebun mereka. Semua buah dan tanaman telah berubah hangus menghitam. Mereka heran apa yang terjadi. Bahkan mereka mengira kalau salah mendatangi tempat kebun mereka. Mereka akhirnya tak bisa berbuat apa-apa, menyesal, menyayangkan.

    Mereka berkata, “Aduhai celaka kita, sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Qalam: 31). Begitulah, orang-orang yang menyesali kehilangan harta. Harta yang sudah di depan mata akan bisa membuat diri mereka kaya, hanya dalam sekejap, telah sirna.

    Al Qur’an tidak menyebutkan kapan peristiwa ini terjadi. Namun sebuah riwayat menyebutkan, kisah ini terjadi pada umat Nabi Isa a.s. Kisah ini sangat populer di masa jahiliyah sebelum Islam. Orang-orang Quraisy Mekkah yang biasa berdagang ke Yaman, selalu melintas di kawasan ini, sehingga menjadi pelajaran bagi semua orang.

    Sumber: Khazanah Trans7 [Syahida.com/ANW]


    ==
    *jika artikel ini bermanfaat, tolong di bagikan^v^!

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar